Selasa, September 24, 2013

MUROQOBAH


  مُرَاقَبَة   (KESADARAN  DIRI TERHADAP PENGAWASAN ALLAH)

Allah سبحا نه و تعالى  berfirman:
الَذِى يَرَىكَ حِينَ تَقُومُ , وَتَقَلُّبَكَ فِى االسَّىجِدِينَ
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), Dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud(Asy Syu’araa’ : 218-219)

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ
Dan Dia bersama kamu di manapun kamu berada(Al Hadiid : 4)

إِنَّ الله لَايَخْفَى عَلَيهِ شَئٌ فِى الأَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاءِ
Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.    (Ali ‘Imraan: 5)

إِنَّ رَبّكَ لَبِالمِرْصَادِ

Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al Fajr : 14)

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَاتَخْفِى الصُّدُورُ
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.          
(Ghaafir/ Al Mu’min : 19)

Mufradat
  •  مُرَاقَبَة (muraqabah) : mendekatkan diri kepada Allah, kesadaran diri bahwa setiap saat selalu diawasi oleh Allahسبحا نه و تعالى.
  • خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ (pandangan mata yang khianat) : pandangan yang dilarang, seperti memandang kepada wanita yang bukan muhrimnya
Tafsir
 Muraqabah adalah salah satu di antara dua tahap ihsan (membaguskan ibadah). Pengertian ihsan adalah: “seorang hamba beribadah kepada Allah seolah-olah hamba itu berhadapan langsung dan melihat Allah, atau sekiranya tidak demikian hamba itu yakin Allah menyaksikannya”. Tahap ihsan yang pertama dan tertinggi adalah keyakinan hamba bahwa dia berhadapan langsung dan melihat Allah. Sedangkan tahap kedua adalah muraqabah, yakni kesadaran seorang hamba bahwa Allah selalu mengawasi gerak-geriknya setiap saat.
Ihsan merupakan tanda kesempurnaan iman. Dengan ihsan, seorang mukmin merasa bertanggung jawab untuk mencapai kesempurnaan ibadah.
Imam Ibnu Athoillah menyatakan:
أَفْضَلُ إيْـمَان الْمَرْءِ أنْ يَعْلَمَ أَنَّ اللهَ مَعَهُ حَيْثُ كَانَ
Iman seseorang yang paling utama adalah pengetahuan bahwa Allah menyertainya di manapun dia berada
Apakah arti penting muraqabah? Kesadaran bahwa Allah senantiasa dekat dengan hamba, mengawasi gerak-gerik hamba, Allah senantiasa terjaga tidak pernah tidur, tidak pernah lengah, tidak ada yang luput dari perhatian-Nya .... sudah tentu kesadaran ini akan sangat mempengaruhi perilaku seorang hamba. Allah yang memberi hidup, memberi rezeki, memberi kenikmatan, bahkan seluruh segi kehidupan hamba semuanya adalah kepunyaan Allah semata, hanya karena kemurahan-Nya seorang hamba menikmati semua itu.
Gambaran yang mudah dipahami adalah sebagai berikut: Seseorang, sebutlah A, pada suatu ketika nyaris tertabrak mobil. Ia selamat karena kebetulan ada orang lain, sebutlah B, yang spontan menariknya ke tempat aman sehingga A luput dari tabrakan. Setelah peristiwa itu A dan B menjadi dekat. A selalu teringat pada budi baik B walaupun B menganggap apa yang dilakukannya hal yang wajar dan sudah seharusnya. Bagaimana sikap A saat bertemu B? Lumrahnya A akan bersikap baik dan hormat kepada B. Penuh sopan santun dan ingin menunjukkan hal yang baik kepada B. Sungguh di luar kewajaran jika A mengacuhkan B, bersikap sombong, mencela dan kurang ajar kepada B.
Gambaran tadi adalah gambaran seseorang yang tidak melupakan budi baik orang lain, walaupun budi baik itu hanya dilakukan satu kali. Dan orang yang berbuat baik kepadanya hanya sesekali saja bertemu muka dengannya.
Bagaimana sikap kita terhadap Allah?  Sudah seharusnya kita berterimakasih, bersyukur kepada Allah melebihi rasa terima kasih kepada siapapun. Allah yang melimpahi kita semua kenikmatan sepanjang usia kita, kenikmatan yang tidak akan sanggup kita menghitungnya walaupun hanya sehari dari umur kita saja yang kita hitung. Jantung yang berdetak lebih dari seratus ribu kali sehari semalam, kesehatan yang tidak kita sadari ketinggian nilainya, mata yang melihat, otak yang dapat mengandung trilyunan jalur saraf... Allah yang setiap saat bersama kita, lebih dekat dengan urat leher kita sendiri. Patutkah kita mengabaikan Allah, berpaling, melakukan ma’shiat seakan-akan Allah tidak mengetahuinya?
Bukankah Allah selalu mengawasi kita, setiap saat ?
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), Dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud(Asy Syu’araa’ : 218-219)
Imam Wasithi menyatakan bahwa ayat ini merupakan isyarat bahwa sholat, dzikir, berdo’a mendekatkan diri kepada Allah merupakan sarana utama untuk mendapatkan keridhoan, pertolongan dan inayah Allah.
Sholat kita adalah saat paling indah, saat kita berdialog langsung kepada Allah. Kita, hamba yang teramat kecil, mendapat kemuliaan berupa kesempatan untuk menghadap-Nya, dan Dia senantiasa senang terhadap hamba yang menghadapkan diri kepada-Nya. Allah mendengarkan do’a kita, memperhatikan seluruh gerak-gerik kita dengan perhatian penuh, bagaimana kita berdiri, ruku’, sujud. Gerak-gerik yang melambangkan penghambaan kita kepadaNya, berserah diri dan merundukkan diri.
Bukankah Allah selalu mengawasi kita, setiap saat ?
Dan Dia bersama kamu di manapun kamu berada(Al Hadiid : 4)
Ayat di atas mengandung isyarat, sungguh tidak pantas orang yang memiliki hati, untuk melakukan hal yang bertentangan dengan keridhoan Allah.
Saat kita merasa sendiri, merasa takut, ketahuilah ada Allah yang menemani. Di tempat yang sunyi, di keramaian, di manapun juga. Saat kita hendak melakukan perbuatan baik, ketahuilah Allah menyaksikannya dan tertulis dalam catatan amal kita. Saat kita hendak berbuat buruk, tidakkah nurani kita berbisik: Allah melihat kita? Kita tidak dapat luput dari pengawasan-Nya.
Bukankah Allah selalu mengawasi kita, setiap saat?
Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. (Ali ‘Imraan: 5)
Apakah kita dapat lari dari pengawasan-Nya? Ke mana kita hendak bersembunyi dari penglihatan-Nya? Sedangkan alam semesta yang begini luas, bumi dan langit, semua adalah ciptaan-Nya. Tidak ada rahasia, tidak ada sudut-sudut tersembunyi, di kedalaman lautan atau di ketinggian langit, melainkan Allah mengetahui hingga sekecil-kecilnya. Tiada seekor semut hitam merayap di kegelapan malam pekat, melainkan Allah melihatnya juga. Jangankan seorang manusia, makhluk yang paling mulia di antara makhluk yang lain. Tentu Allah mengawasi manusia lebih dari pengawasan-Nya kepada selain manusia.
Bukankah Allah selalu mengawasi kita, setiap saat?
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al Fajr : 14)
Pengawasan Allah tidak ada bandingan-Nya. Kewaspadaan-Nya tidak pernah lengah. Ketelitian-Nya tidak pernah meleset. Keadilan-Nya tidak pernah bengkok. Semua amal tercatat, amal baik maupun buruk, walau hanya sebesar biji zarrah, atom, elektron atau yang lebih kecil lagi. Tidak ada yang diabaikan-Nya. Tidak ada yang dilalaikan-Nya. Umpatan kasar, ucapan santun, atau bisikan hati. Do’a yang panjang atau sebutir air mata dari do’a tak terucap.
Bukankah Allah selalu mengawasi kita, setiap saat?
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.          (Ghaafir: 19)
Ayat di atas merupakan isyarat bahwa Allah mengetahui dosa-dosa yang sangat kecil, bahkan yang disimpan di dalam hati.
Bukan hanya sepak terjang tubuh kita yang diawasi-Nya. Gerakan tangan, langkah kaki, bahasa tubuh. Tetapi juga perbuatan panca indera. Apa yang didengar telinga, yang dilihat mata, yang diucapkan mulut. Berapa banyak dosa yang diakibatkan oleh kerlingan mata yang khianat? Mata yang melihat hal batil seringkali menjadi sumber terjerumusnya manusia ke dosa yang lebih besar. Indera mata, anugerah Allah yang sering disalahgunakan.
Juga bisikan hati. Apakah kita mengira hanya kita seorang yang mengetahui bisikan hati kita? Tidak ada rahasia hati, selain Allah mengetahuinya. Dan Allah mengetahui rahasia hati kita melebihi kemampuan kita menyimpannya. Karena hati kita ada dalam genggaman-Nya. Kebahagiaan, kebanggaan, ketulusan, cinta, kejujuran, duka-lara, kekecewaan, kemarahan, dendam kesumat, iri hati, kemunafikan.... . Jika kita sedang marah, berserah dirilah kepada Allah karena Allah berkuasa menghapus kemarahan menjadi kesabaran. Jika kita sedang berduka, menangislah kepada Allah karena Allah berkuasa menghadirkan ketenangan di dalam hati. Allah yang mampu membolak-balik hati dalam sekejap. Dari benci menjadi cinta. Dari angkara murka kekufuran seorang Umar bin Khattab menjadi kelembutan iman Islam.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوب ... ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِيْنِكَ
Duhai Zat Yang berkuasa membolak-balik hati, teguhkanlah hatiku pada kelurusan agama-Mu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...