Sabtu, Maret 24, 2012

Hipertensi Dalam Kehamilan

Terminologi hipertensi dalam kehamilan (HDK) digunakan untuk
menggambarkan spektrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan
darah yang ringan atau berat dengan berbagai disfungsi organ. Sampai sekarang penyakit
HDK masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat dipecahkan dengan tuntas.

HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping
perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapati angka mortalitas dan morbiditas bayi
yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklampsia dan eklamsia merupakan penyebab dari
30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah
menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Untuk itu diperlukan
perhatian serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.

KLASIFIKASI
Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working
Group Report dan High Blood Pressure ini Pregnancy (2000) menyarankan klasifikasi
hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :
1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronis
3. Superimposed preeklampsia
4. Preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg dan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg pada dua kali pemeriksaan
yang berjarak 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika dijumpai protein dalam urine
melebihi 0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif minimal positif (+) satu.

DEFINISI
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai
dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan dan
tanda-tanda preeklampsia lainnya. Diagnosa akhir ditegakkan pasca persalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan,
selama kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan keluhan dan
tanda-tanda preeklampsia lainnya.
3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia muncul
sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi
kronis.
495
4. Preeklamsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia : Dahulu, disebut PE jika
dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan
edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnostik ,
karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran tekanan darah
harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg digunakan
sebagai pedoman.
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, tapi <
160/110 mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg,
proteinuria ≥ +2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri
epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan dan oliguria.
c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya
wanita ini menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat. (kejang timbul
bukan akibat kelainan neurologik).

PREEKLAMSIA / EKLAMSIA
Insidens

Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9 % pada wanita hamil, 3-7 %
terjadi pada nullipara, dan 0,8-5 % pada multipara. Angka kejadian PE di Indonesia
berkisar antara 3-10 %. Penelitian terakhir di Medan oleh Girsang ES (2004),
melaporkan angka kejadian PEB di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi
Medan periode 2000-2003 adalah 5,94%, sedangkan eklamsia 1,07%.

Etiologi / Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering
disebut “the desease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk
menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit
pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat
mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal
trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat
berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta.
Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel,
agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.

Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia.
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola
hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia
atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering
dijumpai pada penderita preeklampsia.
 
PE RINGAN
Penanganan yang optimal pada usia kehamialn <37 minggu adalah dirawat di rumah sakit
karena cara ini dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi dan menurunkan progresifitas
penyakit. Jika rawat jalan, pastikan pasien kontrol secara teratur. Selama dirawat pasien
mendapatkan diet yang teratur tanpa restriksi garam dan tanpa pembatasan aktifitas fisik.
1. Antihipertensi, antidiuretik, dan sedatif tidak diberikan.
2. Dilakukan evaluasi kesehatan ibu:
Tekanan darah dimonitor setiap 4 jam
Berat badan diukur setiap hari
Pemeriksaan laboratorium seperti protein urin, hematokrit, hitung trombosit, fungsi hati,
dan fungsi ginjal dilakukan setiap 1-2 minggu.
Awasi perkembangan penyakit, kemungkinan menjadi preeklampsia berat, atau impending
eklamsia dengan gejala : sakit kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrik
3. Evaluasi kesehatan bayi
Hitung gerak bayi setiap hari.
NST setiap minggu.
USG setiap 3 minggu untuk mengetahui IUGR
Biofisik profil jika perlu.
4. Jika usia kehamilan > 37 minggu, atau mendekati aterm, lakukan induksi persalinan
walaupun servik belum matang.

PREEKLAMPSIA BERAT
A. Pengobatan Medisinal


1. Tirah Baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid
Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible water
loss dan CVP. Awasi balans cairan.
5. Magnesium Sulfat
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam
magnesium sulfat maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.
6. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat
diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2
jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu
agresif. Tekanan darah diastol jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan
darah maksimal 30%.
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat
dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
8. N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.
9. Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU
10. Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.
11. Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal ginjal, edema
paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll
12. Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg / 12 jam IV 2x sebelum
persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam IV dengan
interval 6 jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan terjadi dalam 48 jam setelah
pemberian deksametason pertama.

Catatan:
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%,
diberikan iv secara perlahan.
Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ) Pemberian
Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan diurese

B. Penanganan Obstetrik
Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan
terminasi kehamilan atau tindakan konservatif dengan mempertimbangkan usia
kehamilan dan keadaan janin.
Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :
Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg
Oliguria respon dengan pemberian cairan
Tidak dijumpai nyeri epigastrik
Usia kehamilan < 34 minggu
Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni cenderung dilakukan
tindakan penanganan aktif
Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetrik, dilakukan induksi
persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi. Kala II dipercepat dengan EV /
EF.
Seksio sesarea dilakukan pada :
Skor pelvik dibawah 5.
Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda janin akan lahir
pervaginam.
Indikasi obstetrik.
Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu dirawat di Neonatal
Intensive Care Unit.

EKLAMSIA
A. Pengobatan Medisinal

1. MgSO4 :
Cara pemberian sama dengan pasien preeklampsia berat.
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurangkurangnya
20 menit setelah pemberian terakhir.Bila setelah diberikan dosis
tambahan masih tetap kejang dapat diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV
perlahan-lahan.
2. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000
ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
3. Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.
Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
Pemberian oksigen.
Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).
4. Perawatan pada penderita koma :
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “ Glasgow – Pittsburg Coma
Scale “.
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso
Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).
5. Diuretikum dan anti hipertensi sama seperti Pre Eklamsia Berat.
6. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
7. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.
 
B. Pengobatan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme
ibu , yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3.Bila anak hidup sc dapat dipertimbangkan.

Perawatan Pasca Persalinan
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana
lazimnya.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1x24 jam persalinan.
Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.
 
KEPUSTAKAAN
1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In : William
Obstetrics. 21th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2001 : 567 – 609.
2. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current Concept. AmJ Obstet
Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.
3. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In Wayne R. Cohen
Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott Williams dan Wilkins, 2000 : 207 -26.
4. Pedoman penanganan penderita preeklampsia berat dan HELLP syndrome, Satgas Penanganan
Penderita Preeklampsia berat dan HELLP syndrome Bagian / UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan FK-USU RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2002.
5. Magann EF, Martin RW, Jsaacs JD, et al. Corticosteroids for the Enhancement of Fetal Lung
Maturity : Impact on the Gravida with Preeclampsia and the HELLP Syndrome. Aust MZ J Obstet
Gynecol 1993 ; 33 : 127 – 30.
6. Martin JN, Perry KG, Blake PG, et al. Better Maternal Outcomes are Achieved with Dexamethasone
Therapy for Postpartum HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Thrombosit Counts)
Syndrome. AmJ Obstet Gynecol 1997 ; 177 : 1011 – 7.
7. Tompkins MJ, Thiagarajah S. HELLP (Hemolysis Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit
Counts) Syndrome : The Benefit of Corticosteroids. Amj Obstet Gynecol 1999 ; 181 : 304 – 9
500
8. Girsang ES. Analisis Tekanan Darah dan Proteinuria Sebagai Faktor Prognosis Kematian Maternal
dan Perinatal pada Preeklamsia Berat dan Eklamsia.Tesis Bagian Obgin FK. USU RSUP.H. Adam
Malik / RSUD Dr. Pirngadi Medan,2004.
9. Robson SC. Hypertension and Renal Desease in Pregnancy. In: Keith DE, Eds. Dewhurt ,s Textbook
of Obstetrics and Gynaecology for Postgraduates. 9th ed. Blackwell Science Inc.USA ,1999 : 166-85.
10. Sibai BM. Hypertension in pregnancy. In : Obstetrics normal and problem pregnancies. 4th edition,
Churchill Livingstone USA, 2002 : 573-96.
11. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2000 ; 183 : S1 – S22.
12. Saifuddin AB, dkk. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi I, Cet
I, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka 2002 : M33 – M41.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...